Wahdatul Wujud dalam Konsep Ibnu Arabi - Seri Filsafat - Spiritual Society of Indonesia

Breaking

Post Top Ad

SPIRITUAL SOCIETY

Post Top Ad

SPIRITUAL SOCIETY

Rabu, 16 Januari 2019

Wahdatul Wujud dalam Konsep Ibnu Arabi - Seri Filsafat



Konsep wahdatul wujud adalah salah satu ajaran yang dicetuskan oleh Ibnu Arabi dan terinspirasi oleh ajaran Ibnu Taimiyah. Konsep wahdatul wujud adalah salah satu konsep yang harus dipahami dalam kerangka ajaran tasawuf, karena Ibnu arabi sendiri adalah seorang sufi.

Secara sederhana, wahadtul wujud adalah konsep yang menyatakan bahwa segala sesuatu di alam raya ini adalah memiliki satu hakikat wujud yaitu wujud Khalik sang pencipta. Menurut Ibnu Arabi, pada hakikatnya wujud makhluk adalah merupakan wujud dari Khalik itu sendiri, karena wujud Khalik menyatu dengan segala wujud lainnya. 

Di sini wujud Khalik termanifestasi di dalam segala wujud yang ada di alam raya. Oleh sebab itu, pada hakikatnya wujud Khalik dengan wujud alam adalah serupa. Wujud Khalik bisa ditemukan dalam wujud alam, wujud Khalik menyatu dengan wujud alam.

Menurut Ibnu Arabi, alam semesta tidak tercipta dari ketiadaan karena wujud alam semesta sudah ada dalam wujud Tuhan, dan Tuhan tidak memliki permulaan. Ibnu Arabi pun menyatakan bahwa tujuan utama manusia adalah penyatuan dengan sang Khalik, penyatuan ini memungkinkan karena tidak ada perbedaan antara abid (yang menyembah) dan ma’bud (yang disembah).

Ibnu Arabi menyatakan bahwa meskipun wujud Tuhan dan wujud alam adalah sama pada hakikatnya, tetapi wujud yang satu ini memiliki penampakan dan ketersembunyiaan. Itulah yang kemudian memisahkan manusia dari penyatuan dengan Tuhan. Penyatuan ini bisa dilakukan dengan jalan tasawuf sehingga pada akhirnya Tuhan-lah tujuan akhir dari segala sesuatu.

Ajaran Ibnu Arabi ini kemudian sering diidentikan dengan ajaran panteisme yang menganggap bahwa Tuhan dan alam adalah satu kesatuan. Panteisme menyatakan bahwa alam dan Tuhan adalah satu wujud. Wujud Tuhan termanifestasi dalam wujud alam.

Akan tetapi, ajaran Ibnu Arabi ini pada kemudian dianggap sebagai ajaran yang menyimpang dari arus utama Islam. Konsep yang menyatakan bahwa Khalik dan Makhluk pada hakikatnya adalah sama merupakan salah satu pokok keberatan terhadap ajaran Ibnu Arabi.

Di dalam sifat-sifat Allah dijelaskan bahwa Allah memiliki sifat Mukhalafatu (Ta’ala) Lil Hawaditsi yang berarti bahwa Allah tidak mungkin serupa dengan makhluknya sehingga tidaklah mungkin Khalik akan sama dengan makhluk. 

Selain itu, konsep bahwa alam semesta tidak tercipta dari ketiadaan juga merupakan salah satu pokok ajaran Ibnu Arabi yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam seperti yang diungkapkan dalam Alquran surat Al An’am ayat 101 yang terjemahannya: Dia (Allah) pencipta langit dan bumi.

-----
Ibnu ‘Arabi yang nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad Ibn al-‘Arabi al-Haitami al-Thai, dilahirkan di Murcia, Andalusia Tenggara tahun 560 H/1165 M, dari keluarga berpangkat, hartawan dan ilmuwan. Ketika delapan tahun, keluarganya pindah ke Sevilla, tempat dimana dia memulai menuntut ilmu dan belajar al-Qur’an, hadits, serta fiqih kepada murid Ibn Hazm al-Zahiri. Setelah berumur tiga puluh tahun mulailah dia berkelana ke berbagai kawasan Andalusia dan kawasan Islam bagian barat. Di berbagai daerah ini dia belajar kepada beberapaorang sufi, diantaranya adalah Abu Madyan al-Gauts al-Talimsari. Lalu beberapa lama dia pergi bolak-balik antara Hijaz, Yaman, Syam, Irak, dan Mesir. Akhirnya pada tahun 620 H ia tinggal di Hijaz serta meninggal disana pada tahun 638 H.
IIbnu ‘Arabi termasuk salah seorang pemikir besar Islam. Beberapa pemikir Eropa terpengaruh oleh pemikirannya antara lain Dante, serta para sufi dan mistikus setelahnya pun terpengaruh oleh pemikiran Ibnu ‘Arabi baik di Barat maupun di Timur. Diriwayatkan bahwa dia menyusun lima ratus karya di bidang tasawuf, kebanyakan dalam bentuk manuskrip, dan dua ratus diantaranaya dikemukakan oleh Brockelman dalam karyanyya, Greschichte der Arabischen Literatur. Karyanya yang terkenal adalah Al-Futuhat al-Makkiyyah, Fushush al-Hikam dan Turjuman al-Asywaq. Pada umumnya karya-karya tersebut bercorak simbolis dalam makna yang begitu samara.
Posisinya begitu tinggi di kalangan tasawuf, memburt dirinya bergelar al-Saikh al-Akbar. Sebagian kaum skolastik di Eropa mengenalnya dengan baik, misalnya Raymod Lull.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here