Spiritual - Konsep dan Teori - Spiritual Society of Indonesia

Breaking

Post Top Ad

SPIRITUAL SOCIETY

Post Top Ad

SPIRITUAL SOCIETY

Jumat, 27 Desember 2019

Spiritual - Konsep dan Teori

SPIRITUAL Semangat dan untuk mengubah NASIB diri seseorang dengan RUUHI

NASIB :  Adalah kondisi, keadaan, rasa, dan pikiran seseorang (RASI)

RUUHI : Zat kuasa (Partikel Allah) dalam setiap diri manusia

(Defenisi Operasional RASI)

Berikut adalah definisi spiritualitas menurut beberapa ahli :

Parks menggambarkan spiritualitas sebagai sebuah pencarian personal untuk menjadi berarti, transenden, menyadari keseluruhan jiwa, mencari tujuan, dan memahami spirit sebagai yang menghidupkan esensi pada hidup.

Dewit-Weaver (dalam McEwen, 2004) mendefinisikan spiritualitas sebagai bagaian dari dalam diri individu (core of individuals) yang tidak terlihat (unseen, invisible) yang berkontribusi terhadap keunikan serta dapat menyatu dengan nilai-nilai transendental (suatu kekuatan yang maha tinggi/high power dengan Tuhan/God) yang memberikan makna, tujuan, dan keterhubungan.

Spiritualitas juga didefinisikan sebagai suatu tindakan untuk membuat dan mencari makna melalui rasa keterhubungan pada dimensi yang melebihi diri sendiri (Reed, dalam McEwen, 2004).

Definisi lain menyatakan bahwa spiritualitas adalah prinsip hidup seseorang untuk menemukan makna dan tujuan hidup serta hubungan dan rasa keterikatan dengan sesuatu yang misteri, maha tinggi, Tuhan, atau sesuatu yang universal (Burkhardt, dalam McEwen 2004).

Tischler (2002) mengatakan bahwa spiritualitas mirip dengan suatu cara yang berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih.

Larson (2003) menyatakan bahwa spiritualitas mengacu kepada orientasi seseorang terhadap pengalaman-pengalaman transedensi atau karakteristik hakiki dari kehidupan, seperti makna, arah dan tujuan hidup, serta keterkaitannya. Kadang-kadang spiritualitas mengacu pada pencarian hal-hal suci dalam kehidupan.

Spiritualitas merupakan sebuah bentuk multidimensi dan dinamis. Emmons (2003) mengatakan bahwa sangatlah terlalu sederhana untuk menganggap spiritualitas sebagai tingkah laku yang pasif dan statis yang dimiliki seseorang, atau perilaku yang terikat di dalamnya, seperti ritual- ritual.

Friedman et al mendefenisikan spritualitas sebagai proses aktif dan positif yang melibatkan pencarian aktivitas-aktivitas yang mengembalikan seseorang kepada rasa keterpaduan (coherence), menuju kualitas keutuhan dan kedamaian dalam diri.

Beberapa ahli menyamakan konsep spiritualitas dengan agama atau praktik-praktik keagamaan (Emblen & Halstead, 1993; dalam Smith, 1994). Menurut mereka, spiritualitas tidak bertentangan dengan agama, tetapi spiritualitas merupakan fenomena yang lebih inklusif. Bagi beberapa individu, spiritualitas bisa dihubungkan serta diungkapkan melalui agama formal, sedangkan bagi sebagian individu yang lain, spiritualitas dianggap tidak berkaitan dengan keyakinan-keyakinan keagamaan ataupun afiliasi keagamaan yang lainnya (Elkins, et al. 1998, dalam Smith 1994).

Secara eksplisit, Piedmont (2001) memandang spiritualitas sebagai rangkaian karakteristik motivasional (motivational trait), kekuatan emosional umum yang mendorong, mengarahkan, dan memilih beragam tingkah laku individu. Lebih jauh, Piedmont (2001) mendefinisikan spiritualitas sebagai usaha individu untuk memahami sebuah makna yang luas akan pemaknaan pribadi dalam konteks kehidupan setelah mati (eschatological).

Elkins, dkk (dalam Smith, 1994) mendeskripsikan spiritualitas dari perspektif humanis dan eksistensial dengan menciptakan definisi dari tulisan- tulisan Maslow, Dewey, dan Frankl tentang potensi-potensi positif manusia. Elkins, dkk. kemudian memandang spiritualitas sebagai suatu fenomena yang secara potensial berada di dalam diri setiap manusia. 

Menurut mereka, spiritualitas dapat diartikan sebagai jalan untuk menjadi serta mengalami kesadaran spiritual yang diperoleh melalui kesadaran dimensi transendental yang ditandai oleh nilai-nilai yang mampu diidentifikasi baik yang datang dari diri sendiri, orang lain, alam, kehidupan maupun nilai-nilai yang mengarahkan seseorang untuk mencapai tujuan puncak (Ultimate).

Karakteristik & Dimensi Spiritualitas
Beberapa karakteristik spiritualitas yang dikemukakan oleh Hamid (2000) adalah sebagai berikut :

1. Hubungan dengan diri sendiri
Pengetahuan mengenai diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya).
Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan, ketenangan pikiran, harmoni/keselarasan dengan diri sendiri)

2. Hubungan dengan alam
Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim.
Berkomuikasi dengan alam (bertanam, berjalan kaki) mengabadikan dan melindungi alam.

3. Hubungan dengan orang lain
Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik.
Mengasuh anak, orang tua, dan orang sakit.
Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat, dll).

4. Hubungan dengan orang lain yang tidak harmonis :
Konflik dengan orang lain
Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.

5. Hubungan dengan Ketuhanan
Sembahyang/berdoa/meditasi.

Perlengkapan keagaamaan
Bersatu dengan alam
Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya apabila mampu:

  • Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia/kehidupan.
  • Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan.
  • Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya, dan cinta.
  • Membina integritas personal dan merasa diri berharga.
  • Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
  • Mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.


Dimensi Spiritualitas
Elkins, dkk (dalam Smith, 1994) menjelaskan adanya sembilan dimensi dalam spiritualitas yang berdasarkan studi literatur yang telah dilakukannya adalah sebagai berikut :

Dimensi transenden
Orang spiritual memiliki kepercayaan/belief berdasarkan eksperensial bahwa ada dimensi transenden dalam hidup. Kepercayaan/belief disini dapat berupa perspektif tradisional/agama mengenai Tuhan sampai perspektif psikologis bahwa dimensi transenden adalah eksistensi alamiah dari kesadaran diri dari wilayah ketidaksadaran atau greater self. Orang spiritual memiliki pengalaman transenden atau dalam istilah Maslow “peak experience”. Individu melihat apa yang dilihat tidak hanya apa yang terlihat secara kasat mata, tetapi juga dunia yang tidak dapat terlihat.

Dimensi Makna dan Tujuan hidup
Orang spiritual akan memiliki makna hidup dan tujuan hidup yang timbul dari keyakinan bahwa hidup itu penuh makna dan orang akan memiliki eksistensi jika memiliki tujuan hidup. Secara aktual, makna dan tujuan hidup setiap orang berbeda‐beda atau bervariasi, tetapi secara umum mereka mampu mengisi “exixtential vacuum” dengan authentic sense bahwa hidup itu penuh makna dan tujuan.

Dimensi Misi Hidup
Orang spiritual merasa bahwa dirinya harus bertanggung jawab terhadap hidup. Orang spiritual termotivasi oleh metamotivasi, yang berarti mereka dapat memecah misi hidupnya dalam target-target konkrit dan tergerak untuk memenuhi misi tersebut.

Dimensi Kesucian Hidup
Orang spiritual percaya bahwa hidup diinfus oleh kesucian dan sering mengalami perasaan khidmad, takzim, dan kagum meskipun dalam setting nonreligius. Dia tidak melakukan dikotomi dalam hidup (suci dan sekuler; akhirat dan duniawi), tetapi percaya bahwa seluruh kehidupannya adalah akhirat dan bahwa kesucian adalah sebuah keharusan. Orang spiritual dapat sacralize atau religionize dalam seluruh kehidupannya.

Dimensi nilai-nilai material/material values
Orang spiritual dapat mengapresiasi material good seperti uang dan kedudukan, tetapi tidak melihat kepuasan tertinggi terletak pada uang atau jabatan dan tidak mengunakan uang dan jabatan untuk menggantikan kebutuhan spiritual. Orang spiritual tidak akan menemukan kepuasan dalam materi tetapi kepuasan diperoleh dari spiritual.

Dimensi Altruisme
Orang spiritual memahami bahwa semua orang bersaudara dan tersentuh oleh penderitaan orang lain. Dia memiliki perasaan/sense kuat mengenai keadilan sosial dan komitmen terhadap cinta dan perilaku altrusitik.

Dimensi Idealisme
Orang spiritual adalah orang yang visioner, memiliki komitmen untuk membuat dunia menjadi lebih baik lagi. Mereka berkomitmen pada idealisme yang tinggi dan mengaktualisasikan potensinya untuk seluruh aspek kehidupan.

Dimensi Kesadaran Akan Adanya Penderitaan
Orang spiritual benar‐benar menyadari adanya penderitaan dan kematian. Kesadaran ini membuat dirinya serius terhadap kehidupan karena penderitaan dianggap sebagai ujian. Meskipun demikian, kesadaran ini meningkatkan kegembiraan, apresiasi dan penilaian individu terhadap hidup.

Hasil dari spiritualitas
Spiritualitas yang dimiliki oleh seseorang akan mewarnai kehidupannya. Spiritualitas yang benar akan berdampak pada hubungan individu dengan dirinya sendiri, orang lain, alam, kehidupan dan apapun yang menurut individu akan membawa pada Ultimate.

Kemudian Smith (1994) merangkum sembilan aspek spiritualitas yang diungkapkan oleh Elkins, dkk. tersebut menjadi empat aspek sebagaimana berikut:

Merasa yakin bahwa hidup sangat bermakna. Hal ini mencakup rasa memiliki misi dalam hidup.

Memiliki sebuah komitmen terhadap aktualisasi potensi-potensi positif dalam setiap aspek kehidupan. Hal ini mencakup kesadaran bahwa nilai-nilai spiritual menawarkan kepuasan yang lebih besar dibandingkan nilai-nilai material, serta spiritualitas memiliki hubungan integral dengan seseorang, diri sendiri, dan semua orang.

Menyadari akan keterkaitan dalam kehidupan. Hal ini mencakup kesadaran akan musibah dalam kehidupan dan tersentuh oleh penderitaan orang lain.

Meyakini bahwa berhubungan dengan dimensi transendensi adalah menguntungkan. Hal ini mencakup perasaan bahwa segala hal dalam hidup adalah suci.

Sementara itu, Piedmont (2001) mengembangkan sebuah konsep spiritualitas yang disebutnya sebagai Spiritual Transcendence, yaitu kemampuan individu untuk berada di luar pemahaman dirinya akan waktu dan tempat, serta untuk melihat kehidupan dari perspektif yang lebih luas dan objektif. Perpektif transendensi tersebut merupakan suatu perspektif di mana seseorang melihat satu kesatuan fundamental yang mendasari beragam kesimpulan akan alam semesta. Konsep ini terdiri atas tiga aspek, yaitu:

Prayer Fulfillment (pengamalan ibadah), yaitu sebuah perasaan gembira dan bahagia yang disebabkan oleh keterlibatan diri dengan realitas transenden.

Universality (universalitas), yaitu sebuah keyakinan akan kesatuan kehidupan alam semesta (nature of life) dengan dirinya.

Connectedness (keterkaitan), yaitu sebuah keyakinan bahwa seseorang merupakan bagian dari realitas manusia yang lebih besar yang melampaui generasi dan kelompok tertentu.

dari berbagai sumber


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here